Kemarin di saat makan bareng dengan teman , dia mengutarakan mengapa Jokowi suka pelihara kodok ? ini sebetulnya sebuah analogi tentang kearifan Jawa. Suatu pembelajaran penuh hikmah tentang kodok.
Anda tahu apa itu kodok ? tanyanya. Saya hanya tersenyum. Menurutnya kodok itu jenis binatang yang sangat sombong. Bila mereka berkumpul maka masing ~ masing akan mengeluarkan suara. Mereka akan berlomba lomba berteriak paling keras. Terkesan bertautan. Mungkin yang dikatakan masing masing kodok itu adalah dialah yang terbaik dan terbesar diantara lainnya. Saya tertawa.
Menurutnya benar adanya begitu. Buktinya lambat laun kodok yang berukuran kecil akan pergi berlalu dari kerumunan itu. Suaranya tak terdengar lagi. Yang tersisa hanyalah kodok yang berukuran besar. Bila tersisa hanya dua kodok maka kodok itu akan bertarung untuk menentukan siapa yang paling kuat.
Anehnya setiap pertarungan terjadi, tidak pernah ada yang menang. Dua duanya kalah. Karena keduanya saling memakan kaki lawannya. Bayangkan saja kalau kodok tak ada kaki maka dia tidak bisa melompat dan tak bisa mencari mangsa dan mudah dimangsa predator.
Begitulah Tuhan menciptakan binatang sebagai contoh dan pembelajaran kepada manusia. Sejarah memang mencatat buram tentang manusia yang tak ubahnya sepeti kodok. Ribuan tahun manusia selalu bertikai untuk menjadi penguasa terhadap lainnya Setiap pertikaian memakan korban mati tak terbilang. Setiap kemenangan yang didapat dari kesombongan selalu dibangun diatas ilusi, keserakahan, fitnah, penindasan dan kemunafikan. Segala sifat buruk dengan iblis sebagai mentor terbentuk begitu saja. Sehingga manusia tak ubahnya binatang dan menjauh dari sifat ilahiah yang mengutamakan kasih sayang dan cinta. Kedamaian menjadi mahal. Kehidupan menjadi kelam. Yang miskin meradang dendam kepada sikaya. Sikaya ketakutan jatuh miskin. Penguasa kawatir jatuh dari singgasana. Rasa malu terhalau dan kemanusiaan menjadi komoditi. Tidak ada lagi keiklasan.
Teman saya mengulang ungkapan kearifan bahwa bila kita menghadapi kesombongan maka jangan dilawan. Karena tidak ada gunanya. Itu sebabnya Jokowi tidak pernah marah dengan menggunakan kekuasaannya melawan orang yang menghinanya dengan kesombongan. Mengapa ? Tanpa dilawanpun mereka akan mati dengan sendirinya. Lebih baik menghindar dan menonton proses kehancuran dirinya. Lihatlah sejarah, para pemimpin dan penguasa yang sombong hancur dengan sendirinya.
Lihatlah AS, tidak ada tentara berlapis dan pesawat tempur menghantam AS tapi karena kesombongan mereka sendiri membuat mereka menjadi manusia terendah didunia, seperti layak Negara kalah perang. Apakah ada yang lebih rendah dibanding penerima hutang? Kata teman saya. Saya maklum adanya karena dalam Islam orang terlilit hutang memang pantas di zakati karena dia lemah. Begitulah kenyataannya kini bagi AS yang tadinya begitu sombong namun akhirnya menjadi pengemis kepada negara lain dan dibicarakan oleh setiap lembaga keuangan international sambil mencibir betapa brengseknya negara itu dikelola.
Bila kerumunan manusia bertarung untuk mengatakan dialah yang paling hebat dan dapat dipercaya, maka yang merasa waras dan orang baik akan pergi menjauh dari kerumunan itu. Kalau dia tidak pergi menjauh maka dia lebih bodoh dari Kodok. Kata teman saya itu. Saya tertawa mendengar analogi ini. Itu sebabnya saya tidak pernah ikut dalam group FB yang berteriak dengan kesombongan menyalahkan yang lain dan merasa paling benar. Apalagi kesombongan yang dibangun dengan mudah mengkafirkan orang lain, tendesius dengan sikap orang lain, bahkan penuh cacian yang tidak berkesudahan. Menjauhlah dari mereka, kalau anda lebih pintar dari kodok.
No comments:
Post a Comment